UUD TILANG

UUD TILANG
Tabel Denda Pelanggaran Lalu Lintas

Saturday, 12 March 2011

Reaktor Nuklir Nomor 1 di Fukushima Meledak




Minggu, 13 Maret 2011
Gempa Jepang I Radiasi Radioaktif Mengancam Warga
TOKYO — Seperti yang dikhawatirkan banyak pihak, reaktor nuklir nomor 1 di Fukushima, Jepang, akhirnya meledak.

Ledakan yang terjadi sekitar pukul 15.30 waktu setempat pada Sabtu (12/3), menimbulkan asap dan dikhawatirkan menyebarkan bahaya radioaktif melalui udara. Operator Tokyo Electric Power Co (Tepco), pengelola reaktor, membenarkan peristiwa ini. Mereka menyatakan atap bangunan reaktor nuklir runtuh dan empat orang pekerjanya terluka.

Sementara itu, Sekretaris Kabinet Jepang, Yukio Edano dalam sebuah konferensi pers menyatakan, pihaknya telah mengirimkan tim penyelamat dari Pemadam Kebakaran Tokyo, langsung ke lokasi ledakan. Pemerintah tengah mengambil langkah-langkah darurat terkait hal ini. Pemerintah juga melakukan upaya investigasi untuk mengatasi dampak ledakan.

“Kami tengah menyelidiki penyebab dan juga situasinya, kami akan mengungkapkannya kepada publik setelah ada informasi lebih lanjut,” ujar Edano seperti dilansir Reuters. Pemerintah juga menyiapkan yodium, yang bisa digunakan untuk mengatasi bahaya radiasi iodium yang mungkin tertelan. Zat ini biasanya mengendap dalam kelenjar gondok dan bakal menimbulkan kanker.

Warga yang berada dalam radius 10 km pun telah dievakuasi, namun otoritas setempat tetap mengimbau semua warga untuk tetap di dalam rumah dan menghindari keluar tanpa menutupi kulit.

Melalui stasiun televisi setempat, Pemerintah Jepang mengimbau masyarakat menghindari ancaman kontaminasi radioaktif dengan meminta untuk tetap di rumah, mematikan AC, dan tidak meminum air langsung dari keran.

Bagi warga yang hendak keluar rumah, pemerintah mengimbau mereka untuk mengenakan jaket dan baju yang menutupi seluruh tubuh, termasuk juga mengenakan masker dan handuk basah. Sehari sebelumnya, pemerintah setempat memperingatkan kemungkinan adanya kebocoran radiasi dari sebuah reaktor nuklir, jenis reaktor air mendidih (Bowling Water Reactor/ BWR), di Fukushima, yang terletak sekitar 240 kilometer utara Tokyo, karena gempa bumi berkekuatan 8,9 skala Richter.

Sistem pendingin reaktor nuklir tidak berfungsi di dua reaktor, yaitu reaktor Fukushima No 1 dan Fukushima No 2.

Kedua reaktor nuklir itu terletak sekitar 250 kilometer (160 mil) timur laut Kota Tokyo yang dihuni 30 juta orang. TEPCO mengatakan telah kehilangan kemampuan untuk mengontrol tekanan di beberapa reaktor.

Tekanan pada satu reaktor Daiichi mungkin telah meningkat menjadi 2,1 kali lipat dari kapasitas yang dirancang. Oleh karena itu, tekanan ditetapkan untuk dikeluarkan. Tindakan tersebut merupakan upaya mencegah kecelakaan yang lebih parah karena inti reaktor bisa mencair sehingga tekanan akan bertambah tinggi.

“(Ini adalah) upaya Jepang untuk mencegah reaktor inti mencair agar tekanan panas tidak berlebihan,” kata Mark Hibbs, ahli nuklir di Carnegie Endowment for International Peace. Sementara itu, kelompok pencinta lingkungan hidup Greenpeace, sebelumnya juga telah memperingatkan kerusakan reaktor nuklir tersebut.

“Kita diberitahu oleh industri nuklir bahwa hal-hal seperti ini tidak dapat terjadi dengan reaktor modern, namun saat ini Jepang berada di tengah ancaman krisis nuklir dengan konsekuensi yang berpotensi merusak,” kata kepala kampanye nuklir Greenpeace Internasional, Jan Beranek kepada AFP.

Menurut Ferhat Aziz, Kepala Biro Kerjasama, Hukum, dan Humas, Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan), peristiwa ledakan reaktor yang terjadi di Jepang, tidak akan menyurutkan dunia untuk tetap mengembangkan reaktor nuklir yang lebih aman. Demikian pula dengan Indonesia yang berencana mendirikan PLTN di sejumlah daerah yang telah diidentifi kasi aman terhadap ancaman gempa bumi, seperti Kalimantan dan Bangka.

Tapi, menurutnya, bagaimana pun juga radiasi nuklir memang berbahaya. “Radiasi itu menakutkan,” ujarnya. Setidaknya, itu telah terbukti sewaktu terjadi kecelakaan pada pembangkit listrik nuklir di Chernobyl, Ukraina, pada 26 April 1986, yang menewaskan 4.000 orang. Bahkan, mereka yang hidup pun terkena penyakit hingga puluhan tahun kemudian.

0 komentar:

Post a Comment

Pages