KOMPAS/WAWAN H PRABOWO
Para ibu yang tergabung dalam Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia (AIMI) berbincang sambil menyusui anak mereka di gedung Sekretariat AIMI, Kebayoran Baru, Jakarta, Kamis (17/3/2011).
"Kalau dijalankan dengan optimal, tidak usah cuti 6 bulan tetap bisa berjalan baik. Jadi tidak ada alasan lagi, ibu bekerja tetap bisa eksklusif menyusui bayinya," kata Slamet ketika dihubungiKompas.com, di Jakarta, Kamis (2/8/2012).
Slamet mengatakan, adanya desakan agar cuti menyusui menjadi 6 bulan itu baik. Artinya, ada kepedulian dari masyarakat akan pentingnya pemberian Air Susu Ibu (ASI) eksklusif. Ia mengakui idealnya memang ibu pekerja berhenti bekerja untuk memberi ASI eksklusif kepada buah hatinya.Namun, dalam pelaksanaannya tetap harus realistis.
"Meski demikian, pemerintah memberikan perhatian besar lewat Peraturan Pemerintah Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan dan ditegaskan kembali lewat Peraturan Pemerintah Nomor 33 tahun 2012 tentang pemberian ASI Eksklusif," katanya.
Dalam pelaksanaannya, Slamet mengakui memang belum optimal lantaran peraturan ini masih baru. Namun, Kemenkes sendiri akan menguatkan peraturan ini lewat Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) yang akan keluar dalam waktu dekat ini. Di dalam Permenkes, akan diatur hal-hal yang mendukung kondisi ibu menyusui di tempat kerja.
"Nanti akan diatur, bahwa di setiap perusahaan baik itu perusahaan BUMN maupun swasta agar menyediakan fasilitas khusus untuk menyusui atau memerah ASI. Diatur pula sanksi bagi perusahaan yang lalai menyediakan fasilitas, berupa teguran sampai denda," ujar Slamet.
Apabila PP nomor 33 tahun 2012 dijalankan secara optimal di tempat kerja, Slamet meyakini hasilnya akan luar biasa.
Sebelumnya, Yayasan Gerakan Masyarakat Sadar Gizi mendesak pemerintah agar mengeluarkan regulasi yang memberi kesempatan kepada ibu pekerja selama pemberian ASI eksklusif untuk cuti menyusui 6 bulan di luar cuti hamil dan melahirkan.
Implementasi di lapangan, cuti menyusui hanya dilakukan oleh sedikit institusi bagi pekerjanya. Kebijakan mengenai cuti ibu menyusui atau mengenai keluangan waktu untuk menyusui belum mendapatkan perhatian yang serius.
"Dengan masa cuti yang sangat sempit seperti itu, akan menyebabkan kesempatan ibu untuk kontak menyusui bayi juga sangat terbatas," kata Ketua Yayasan Gerakan Masyarat Sadar Gizi, Dr. Tirta Prawita Sari, MSc, SpGK.
Padahal, kata Tirta, semua orang tahu bahwa ibu yang menyusui selain karena ASI yang diberikan mengandung berbagai nutrisi yang diperlukan oleh bayi, kegiatan menyusui juga dapat mempererat hubungan emosional (bonding) antara ibu dan bayi. Gizi seimbang dalam ASI membuat bayi lebih sehat, lebih cerdas, tidak mudah sakit, dan tidak mengalami obesitas.
Tirta mengungkapkan, pemberian ASI tidak hanya menguntungkan bayi, melainkan juga si ibu. Sebagai contoh, pemberian ASI Eksklusif dapat menjadi metode Keluarga Berencana (KB) dimana kehamilan dapat dicegah bila ibu menyusui langsung bayi selama 6 bulan, yang disebut dengan Metode Amenorea Laktasi (MAL). Selain itu, ada pula jenis kanker yang dapat dicegah dengan menyusui, salah satunya kanker payudara.
"Pemerintah harus lebih memperhatikan dan mengeluarkan aturan yang mendukung ibu bekerja yang menyusui ASI eksklusif untuk membangun generasi bangsa yang sehat dan cerdas di masa depan," jelasnya.
Sumber: Kompas.com
0 komentar:
Post a Comment