Ilustrasi (Ist)
Karena murahnya itu, kereta ini penuhnya bukan main. Superpadat, sampai tak ada jarak sejengkal pun akibat berjejal penumpang. Sebagian penumpang nekat memilih naik ke atap KRL. Ada juga yang bergelantungan di pintu, menempel di persambungan kereta, hingga ruang kabin berukuran 2 x 4 meter yang khusus masinis pun tak luput dari sesak NYApenumpang.
Nah, jika Anda belum pernah naik kereta ini, cobalah sesekali merasakannya. Pasti dijamin syok bila ada biasa berkendaraan mobil pribadi. Soalnya, naik KRL ekonomi butuh ekstra perjuangan dan kekuatan fisik. Kalau enggak gesit dan tenaga kuat dijamin kalah "bersaing". Mau naik ataupun turun susahnya sama saja, susahnya.
Kondisi di dalam KRL? Komplet, aroma keringat beradu bau mulut, pantat dan dada berhimpitan, tak terkecuali kaki silih injak. Benar-benar dari sisi rasional sudah tidak manusiawi lagi. Tapi mau apa dikata, fataknya ya begitulah. Angkutan favorit rakyat kelas menengah ke bawah ini menjadi sahabat setia yang mengantar pergi dan pulang saban hari.
Banyaknya penumpang yang naik di atas KRL dan tidak membeli tiket, mendorong PT KAI sejak awal Mei lalu memberlakukan razia ketat dengan sanki berat. Hal ini sesuai dengan pasal 183 ayat 1 dan 207 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian.
Sebagaimana diketahui, pasal 183 ayat 1 UU tersebut disebutkan bahwa setiap orang dilarang berada di atap kereta, di lokomotif, di dalam kabin masinis, di gerbong atau di bagian kereta yang peruntukannya bukan untuk penumpang. Jika melanggar, dalam pasal 207 disebutkan bahwa setiap orang yang tanpa hak berada di dalam kabin masinis, di atap kereta, di lokomotif, di gerbong, atau di bagian kereta yang peruntukannya bukan untuk penumpang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 183 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama tiga bulan dan/atau pidana denda paling banyak Rp15.000.000.
Kontan, razia ini mendapat reaksi dari berbagai pihak, terutama para penumpang KRL. Imbas dari penertiban ini, beberapa kali terjadi bentrokan yang berujung pengrusakan aset kereta api, seperti yang terjadi di Stasiun Manggarai dan Stasiun Pasar Minggu. Nyatanya operasi penertiban penumpang gelap ini tidak efektif. Penumpang tetap saja nankring di atap, bergelantungan di persambungan dan pintu KRL. Bahkan, penyemprotan menggunakan pewarna juga tak membuat jera penumpang nekat yang rata-rata anak muda.
Selain tiket yang murah, membludaknya penumpang saat jam-jam sibuk seperti pagi dan sore hari lantaran masih terbatasnya gerbong KRL. Padahal, setiap tahun terjadi peningkatan jumlah penumpang yang signifikan. Terlebih, kemacetan yang kian menjadi-jadi di Ibu Kota dan diprediksi pada 2012 bakal terjadi kemacetan total menjadikan masyarakat beralih moda transportasi. Kereta menjadi alternatifnya, meski dari segi layanan masih jauh dari standard.
Peningkatan jumlah penumpang ini diakui PT KAI. Saat ini dalam sehari, KAI mengangkut sebanyak 400 ribu orang. Sementara pada tahun 2019, PT KAI ditartgetkan untuk mengankut penumpang sekira 1,2 juta. "Peningkatannya mencapai 300 persen," ungkap GM-Corporate Secretary PT KRL Commuter Jabodetabek (KCJ) Makmur Syaheran kepada okezone, baru-baru ini.
Menurut dia, untuk mengangkut 1,2 juta penumpang membutuhkan 1440-1.500 kereta. Kereta yang ada saat ini baru 400-900, sehingga masih dibutuhkan 900-1.000 kereta lagi. "Kereta rel listrik pun memiliki maksimum kapasitas. Menurut UU itu ada, kalau yang ekonomi sekitar 50 persen, sedangkan yang AC, exsekutif, dan expres sekitar 25 persen," papar Makmur.
Sebab itu pada jam-jam sibuk memang kondisi KRL sarat penumpang, terutama untuk KRL ekonomi. Akibat banyak penumpang yang tidak disiplin dan mengabailkan keselamatan jiwa menyababkan masih tingginya tingkat kecelakaan dan korban tewas.
"Kecelakaan penumpang KRL ekonomi yang disebabkan sengatan listrik atau terjatuh dari atap kereta seminggu bisa mencapai satu orang penumpang. Jadi tiga penumpang yang tewas akibat kecerobohan saat berada di atap setiap bulannya," papar.
Untuk mengurangi angka kecelakaan di KRL, pihak PT KAI telah berupaya membuat pengamanan bagi penumpang yang berada di atap dengan memasangkan alat semprot. "PT KAI juga akan memasang rambu-rambu di setiap titik jarak pandang lurus
agar tidak ada lagi penumpang di atap," kata Kepala Humas Daop 1 PT KAI Mateta Rizalulhaq.
Menertibkan ulah penumpang nakal memang sulit. Berbagai cara, mulai dari razia, penyemprotan cairan hijau, kawat berduri, sepertinya tetap saja tak berhasil. Bahkan, merazia penumpang dengan menggunakan anjing pelacak tetap saja tak berhasil membuat jera penumpang yang nekad naik ke atap kereta api.
Pengamat transportasi Darmaningtyas mengatakan kebijakan penertiban penumpang KRL ini harus dilihat dari dua sisi. Pertama, apakah ruang dalam KRL itu cukup atau tidak. "Kalau ruang cukup, maka penertiban harus dilakukan. Ada perusakan berarti masyarakat yang tak sadar ketentuan."
Menurutnya, jika penertiban dilakukan pada saat kereta penuh sesak penumpang maka tindakan tersebut kurang tetap karena dapat menyulut reaksi negatif, seperti perlawanan. Oleh sebab itu, pemerintah dalam hal ini PT KAI arus memenuhi terlebih dahulu ketersediaan gerbong kereta sehingga penumpang tidak berjejal dan meluber hingga ke atap. "Gerbongnya sediakan dulu, baru tertibkan penumpang yang melanggar," ujarnya.
Wakil Ketua Komisi V DPR Muhidin Mohamad Said mengatakan, bila terjadinya penumpukan penumpang KRL yang berada di atas kereta itu,dapat disebabkan kurangnya kereta. Oleh sebab itu, pihak KA dapat menambahkan unit keretanya. "Menurut saya, itu karena kurangnya armada, mangkanya kita meminta pihak KA untuk
menambahkan unit keretanya," terangnya.
Kata dia, adanya penumpang atap itu sangat berbahaya untuk keselamatan. "Berbahaya untuk penumpang yang berada di atas atap kereta, itu bisa menyebabkan mereka terjatuh atau tersengat listrik," tandas Muhidi.
Mengenai pemasangan alat penyemprot, kata dia, tidak perlu dilakukan. "Cukup dengan memperingati penumpang agar tidak berada di atap. Bila masih ada yang di atas, lebih baik kereta tersebut tidak dijalankan. Hal itu sudah ada undang-undangnya. Cukuplah dengan memasang pagar-pagar di atas atap kereta.
Terkait razia penumpang KA, Pengurus Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi pun angkat bicara. Dia berpendapat penumpang memiliki hak yang dilingdungi undang-undang, seperti setiap konsumen berhak mendapatkan keselamatan, keamanan, serta kenyamanan.
"Pihak transportasi jasa perkretaapian harus menjamin keselamatan konsumen. Ada pula di UU Perkretaapian yang yang mengatur soal keselamatan dalam stasiun, keberangkatan, perjalanan, sampai stasiun tujuan," katanya.
Tambah KRL
Sementara itu untuk menambah daya angkut penumpang, PT KAI tahun ini akan mendatangkan 130 unit KRL untuk Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi (Jabodetabek). ”Tahun ini kami akan tambah 130 unit armada lagi untuk menambah
kapasitas angkut penumpang,” kata Makmur.
Makmur mengungkapkan, sejak 2009 penambahan kereta terus dilakukan. Pada 2009 ada penambahan delapan unit kereta dan tahun lalu sebanyak 118 unit. Saat ini, untuk melayani masyarakat Jabodetabek, dioperasikan 386 kereta. Dari jumlah itu,hanya 326 unit yang masih cukup prima dan 60 unit lainnya sudah tua sehingga mudah rusak.
Ke-60 unit ini adalah kereta ekonomi non-AC. Makmur menjelaskan, penambahan kereta sejak 2009 hanya dilakukan untuk rangkaian ekonomi AC dan ekspres. Sedangkan kereta ekonomi non-AC tidak pernah lagi ditambah. ”Para stakeholder itu selalu minta kami untuk tambah kereta ekonomi. Tapi, masalahnya sudah nggakada lagi pabrik yang mengeluarkan kereta ekonomi non-AC,” jelasnya.
Saat ini hanya ada tiga negara di dunia yang masih memakai kereta ekonomi yakni India, Bangladesh, dan Indonesia. Oleh karena itu, salah satu solusinya adalah dengan membuat kereta ekonomi menjadi ekonomi AC. Namun,kemarin mau ditingkatkan tarifnya saja sudah ribut.Makanya ditunda dulu. Nantinya, tarif akan ditetapkan oleh pemerintah. Setelah ditetapkan, kami berjanji akan menyosialisasikan,” tegasnya.
0 komentar:
Post a Comment